Cerita Pendek dalam Ramuan Humor dan Sendu Dalam kehidupan sehari-hari sering banyak selentingan kritik jenaka bertebaran di mana-mana. Itu mulai dari percakapan santai, kenangan masa lalu tentang seorang teman yang sekarang sukses, sampai spekulasi-spekulasi cinta. Itulah yang dirangkum menjadi bahan cerita buku Tuhan Tidak Makan Ikan ini yang merupakan kumpulan cerita pendek (cerpen).
Ada 22 cerpen terbeber. Isinya mengenai logika pengorbanan untuk penguasa laut saat paceklik lewat narasi anak lelaki usia 13 yang kritis terhadap ayahnya. Bapaknya pun menjawab dengan gelak tawa seolah pengorbanan ikan untuk penguasa laut yang disebutnya ‘Tuhan’ itu bukan sesuatu yang mengingkari logikanya sendiri. “Anak bodoh, tentu saja Tuhan tidak makan ikan,” kata bapak (halaman 114). Cipto Hadi, seorang penerjemah komik, yang menciptakan umpatan ‘slimicinguk’ untuk karya yang sedang digarap. Sementara Dodi, direktur utamanya, tidak setuju dan bersikeras penerjemah komik tersebut mencari ganti agar cocok untuk target pembaca anak-anak. Malahan Dodi sendiri yang menemukan umpatan, ‘bagero’ diyakini sangat pas. Cerita ini memberi sentilan, pada akhirnya karyawan tidak berdaya di depan atasan, sekalipun dia telah memeras otak untuk kreatif. “Pertemuan itu bukan diskusi tapi pemaksaan kehendak atas dasar pangkat dan kekuasaan,” kata Cipto (halaman112) Cerpen “Riwayat Sempak” bercerita tentang perselingkuhan Trijoko dengan kekasih ganasnya yang selalu diwarnai sempak yang akhirnya diketahui oleh kekasih kalem Trijoko. Berawal dari sempak, berakhir pun dengan sempak. Untuk membuat jera Trijoko, kekasih kalemnya membakar lima belas sempak Trijoko setelah menyatroni lemari dan jemuran yang diyakini menjadi saksi percumbuannya dengan perempuan kekasih ganas. “Semua sempaknya resmi jadi abu,” ujar kekasih Trijoko (halaman 232). Cerpen “Tuhan Tidak Makan Ikan” yang dijadikan judul merupakan bacaan serius dibanding cerita lain. Di sini dibeberkan titik-titik di mana logika rawan terjungkal, namun menjadi lazim di negeri ini. Cerita lain banyak menghibur seperti lewat frasa-frasa dalam “kekasih ganas”, “petuah bijak yang diekstrak”, “resep klenik serupa iman,” meski sesungguhnya ada unsur petuahnya juga. Contoh, “Kebahagiaan itu seperti sempak yang kamu pakai. Orang lain hanya bisa menebak-nebak model dan warnanya. Tetapi hanya kamu, Tuhan, dan kekasih ganasmu yang mengetahui wujud aslinya,” (halaman 222). Buku ini mengambil bahan mentah pemikiran keseharian manusia seperti kisah masa lalu. Ada juga permenungan tentang kebenaran. Namun begitu, bukan berarti tidak ada cerpen yang tebal imajinasi. Buku ini berusaha menyeimbangkan kisah-kisah sendu keseharian dengan imajinasi yang juga membuat terbahak pada beberapa judul seperti "Perjalanan ke Pacitan", "Legenda Sepasang Pria", dan "Rahasia". Jika diamati, cerpen-cerpen tersebut seperti melewati renungan jauh berbasis imajinasi saat diciptakan. Misalnya, kecelakaan dalam “Perjalanan ke Pacitan” menjadi parodi karena membuat letak hidung dan mata penumpang berpindah tempat. Sedang tokoh Yuh Kariyem kelilipan tahi lalatnya sendiri. (Shoma Noor Fadlillah - sumber: www.koran-jakarta.com)
|