Mengubah Kegalauan Menjadi Kebahagiaan Masalah adalah hal yang lazim ada dalam kehidupan manusia. Dengan masalah manusia bisa berpikir untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tingkatan masalah yang dihadapi seseorang pun berbeda-beda. Setiap manusia memiliki masalah sendiri-sendiri, sesuai dengan kemampuannya. Permasalahan hidup yang semakin komplek di zaman ini tidak hanya menimpa orang-orang dewasa. Anak-anak pun kerap dihinggapi berbagai persoalan hidup yang cukup menyiksa jika tidak segera dicarikan solusinya. Hal inilah yang membuat anak-anak dan remaja kerap dirundung kegalauan yang tak pernah terselesaikan. Aida Ahmad dan Ummi K. Miqdar dalam buku Ya Rabb, Aku Galau mencoba memberikan solusi atas permasalahan yang biasa menimpa anak-anak. Baik masalah yang ditimbulkan oleh lingkungan sosial, atau lingkungan keluarga. Melalui kisah-kisah inspiratif dengan berbagai perspektif, buku ini berusaha memecahkan masalah atas permasalahan yang kerap menimpa. Ada sepuluh kisah inspiratif yang disajikan dalam buku ini. Dari kisah seorang anak korban perceraian, remaja yang terjerat narkoba, pergaulan bebas, hingga anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Semua diramu dalam bentuk kisah yang berusaha menggugah hati pembaca, sehingga diharapkan lebih peduli menghadapi berbagai permasalahan yang menimpa anak-anak. Kisah seorang Asih yang menjadi korban perceraian bisa kita baca dalam tulisan berjudul Anak-Anak Korban Perceraian. Sejak kecil Asih harus terpisah dari ayahnya karena permasalahan sepele yang terkesan klise. Ibu Asih tidak diterima dengan baik oleh keluarga besar Ayah Asih yang keturunan orang kaya. Ibunya yang berasal dari keluarga miskin harus rela menerima perlakuan ibu mertuanya yang selalu sewenang-wenang. Apa yang dilakukan ibu Asih selalu salah di mata keluarga besar ayahnya. Sehingga, mau tidak mau mereka harus berpisah. Anehnya, ayah Asih tidak bisa berbuat apa-apa. Ayahnya yang lebih memilih patuh kepada ibunya, tidak berusaha mencegah kepergian ibunya (halaman 4). Sehingga, ketika Asih merasakan kerinduan akan kehadiran ayah, Asih selalu bertanya kepada ibunya, kenapa ayahnya tidak ikut serta dengan mereka. Apa yang dialami Asih, mungkin juga dialami oleh banyak orang. Kisah Asih hanya sebagian dari potret kisah anak-anak yang menjadi korban perceraian. Jika harus memilih, Asih ingin tetap kedua orangtuanya hidup bersama. Kak Seto, seorang pemerhati anak seringkali mengatakan akan selalu ada dampak negatif bagi anak-anak yang menjadi korban perceraian. Secara psikologis, dampak yang terjadi pada anak dapat sangat bervariasi. Ada yang menjadi sangat agresif, ada yang minder, dan ada yang menyalahkan diri sendiri. Kondisi ini akan berbeda-beda pula pada tiap anak dengan latar belakang orangtua masing-masing. Namun intinya, perceraian melukai hati seorang anak (halaman 19). Beda lagi dengan masalah yang mendera hidup Salman, seorang remaja tigabelas tahun dalam kisah Remaja Yatim Piatu yang Mencari Kedua Orangtuanya. Salman baru tahu kalau bukan anak kandung dari keluarga yang selama ini mengasuhnya. Selama ini, orangtua angkatnya tidak pernah bercerita tentang identitasnya. Sehingga, begitu ia tahu bahwa bukan anak kandung dari ibu yang selama ini mengasuhnya, ia berubah menjadi anak pembangkang dan kenakalannya tidak terkendali. Ia yang masih remaja sampai nekat mencari keberadaan orangtuanya karena kecewa mengetahui kondisi yang sebenarnya saat ia sudah remaja. Selama ini perlakuan orangtua angkatnya memang baik. Ia disekolahkan dan diasuh layaknya anak sendiri. Namun, yang ada dalam pikirannya saat itu adalah bagaimana supaya bisa menemukan orangtua kandungnya. Apa yang bisa dilakukan oleh anak remaja seusia Salman? Ia gagal menemukan orangtuanya, sehingga ia melarikan diri pada aktivitas jalanan seperti balapan motor, bahkan sering terlibat dalam perkelahian (halaman 26). Melalui kisah Salman, dalam buku 170 halaman ini penulis berusaha menjelaskan perihal hak dan tanggungjawab orangtua asuh yang notabene bukan orangtua kandung anak yang diadopsinya. Bahwa sebagai orangtua asuh, mereka harus sadar, bagaimana pun kondisi anak angkat tetaplah anak angkat. Tidak akan pernah sama posisinya dengan anak kandung. Seharusnya, sejak kecil, begitu anak-anak mulai mengerti siapa dia sebenarnya, ada baiknya orangtua asuh menyampaikan yang sebenarnya, tentu dengan penyampaian yang baik dan bisa diterima oleh si anak. Hal ini agar tidak ada salah paham di kemudian hari (halaman 37). Buku ini bisa menjadi pegangan bagi orangtua dan pendidik bagaimana menyikapi berbagai masalah yang menimpa remaja saat ini. Permasalahan yang dihadapi anak-anak dalam kisah-kisah inspiratif ini tidak menutup kemungkinan juga menimpa pada anak-anak di lingkungan, bahkan keluarga kita. Kisah-kisah dalam buku ini dikupas dengan nas-nas Al-Quran dan pendekatan psikologi parenting, sehingga tercipta solusi yang dapat membantu orangtua, pendidik, dan remaja dalam mengubah kegalauan menjadi kekuatan dan kebahagiaan. (Untung Wahyudi) Judul | : Ya Rabb, Aku Galau | Penulis | : Aida Ahmad & Ummi K. Miqdar | Penerbit | : Penerbit Erlangga | Tahun | : 2014 | Genre | : Psikologi Islami | Tebal | : 170 Halaman | ISBN | : 978-6022-417-96-5 |
|