Masa lalu yang pahit harus dikubur dalam-dalam agar tidak menghambat perjalanan hidup dan dapat menyambut masa depan yang lebih baik. Begitulah yang dilakukan Sessa, tokoh novel Cotton Candy Love. Sessa memiliki kenangan pahit ditinggal ayahnya yang berselingkuh saat dia masih dalam kandungan dan ibunya meninggal pasca melahirkannya. Bersama orang tua angkat yang juga perawat yang menangani kelahirannya, Sessa mencoba merenda hidup. Ia coba tidak terpengaruh sedikit pun dengan masa lalu yang dilakukan ayahnya.
Di sekolah, Sessa tampil sebagai anak yang lincah dan aktif. Wanita yang pernah menjadi penari balet waktu kecil ini, hingga SMA dia menjadi pusat perhatian teman-temannya. Di saat teman-teman tidak ada yang bersedia menjadi ketua kelas, dia mengacungkan tangan untuk memimpin kelas. Sessa juga selalu berempati pada teman-temannya yang tertimpa masalah seperti pada teman di kelas X yang tidak naik kelas, Friska. Sessa dan teman-temannya mencari tahu keberadaan Friska yang lama tidak masuk (halaman 22). Sessa pun berkunjung ke rumahnya. Berdua mengobrol di kamar Friska. Tidak semua temannya diterima Friska di rumahnya. Setelah tidak naik kelas, Friska melihat Sessa lain dengan teman-temannya. Dia berani melawan arus (halaman 30). Yang membuat Friska semakin takjub, Sessa sama sekali tidak menyinggung tinggal kelasnya dirinya. Sessa mengajak jalan-jalan ke panti asuhan Rumah Merdeka. Untuk ke panti tersebut mereka naik angkutan umum, sesuatu yang selama ini tidak pernah dilakukan Friska. Keluarga Friska cukup berada. Ke mana-mana dia selalu naik mobil pribadi. Ini petualangan baru baginya, berpanas-panasan dan berdesak-desakan di angkutan umum (halaman 32). Di Rumah Merdeka, Friska melihat Sessa bermain dan ngobrol dengan anak-anak panti. Friska bercermin pada anak-anak kecil yang ditelantarkan orang tuanya. Dia berpikir seandainya itu terjadi pada dirinya, pasti putus asa. Friska mulai sadar langkah yang harus dilakukan sepulang dari Rumah Merdeka. Pengalamannya tidak seberapa dibanding anak-anak panti. Ia jadi malu dengan diri sendiri yang terlewat takut menghadapi kenyataan, sementara Sessa senang bukan main bisa mengembalikan Friska yang dulu berani menghadapi fakta (halaman 37). Seperti novel-novel remaja lainnya, buku setebal 244 halaman ini juga berisi kisah-kisah manis dan seru di dunia sekolah. Di kelas XI yang baru, Sessa harus duduk dengan seorang siswa baru pindahan dari Jerman bernama Ezra. Cowok yang pendiam dan selalu menyendiri itu membuat rasa ingin tahu Sessa semakin menjadi-jadi. Sessa juga mengajak teman sebangkunya itu ke Rumah Merdeka untuk mengajari anak-anak panti melukis. Kedekatan dan keakraban Sessa dan Ezra membuat Ezra tidak sungkan-sungkan bercerita tentang masa lalunya. Juga tentang keluarganya yang supersibuk. Ezra juga tidak tahu kenapa gadis lincah yang juga ketua kelasnya itu seolah-olah bisa menjadi tempat menumpahkan sebagian masalahnya. Sessa pun demikian, mengenal Ezra mengingatkannya pada seseorang di masa kecilnya yang pernah memberi manisan gula kapas selepas dia tampil menari balet. Kecurigaan Sessa pun terbukti ketika dia diajak ke rumah Ezra-tepatnya rumah om-nya—bahwa Ezra adalah Pangeran Gula Kapas yang pernah ditemuinya sembilan tahun silam. Sessa melihat sebuah korsase pink di lemari kaca milik Ezra. Sessa kenal korsase merah muda itu. Sudah sangat lama, tapi ia tidak pernah melupakannya. Korsase itu pernah menjadi miliknya, kesayangannya. Sampai ia menyerahkannya kepada seseorang. Benarkah Ezra adalah Pangeran Gula Kapas yang selama ini dicarinya (halaman 192). (Untung Wahyudi - sumber: www.koran-jakarta.com) Judul | : | Penulis | : | Penerbit | : | Tahun | : | Genre | : | Tebal | : | ISBN | : |
|